You can visit my mobile version blog at http://blogpoenyabudi.blogspot.com/?m=1

Perspektif 07 Juni 2011

Lamban untuk Marah
Bacaan hari ini: Yakobus 1:19-20
“...setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” (Yakobus 1:19-20)

Apa yang menjadi biang keladi rusaknya pernikahan? Masalah utama pernikahan dewasa ini bukanlah masalah seks, keuangan, ataupun masalah anak-anak; melainkan hilangnya komunikasi suami-isteri. Hilang kemana? Kok aneh sekali! Sejak kecil kan sudah diajar bagaimana ngomong, tetapi begitu menikah, kita merasa komunikasi jadi sangat sulit, bahkan berakhir dengan keributan. Komunikasi-lah biang utama/pemicu masalah, bahkan dapat berujung pada perceraian.

Memang, sejak kecil kita telah belajar bertutur. Awalnya kita mengenal alphabet: A-B-C-D-E-F-G sampai Z, kemudian kata per kata yang dirangkai menjadi kalimat; bermacam-macam kata sudah diajarkan orang tua kita. Betul! Kita bisa bicara, bahkan terbiasa bicara. Tapi, belum tentu apa yang kita sampaikan membangun dan memberi kekuatan bagi orang lain. Kita paham berbicara, tapi bagaimana dengan “berkomunikasi yang sehat dan membangun pasangan”?

Kala memasuki dimensi kehidupan baru, yaitu pernikahan, kita mulai menjalani kehidupan bersama seorang yang bukan diri kita. Dia dibesarkan dengan cara yang berbeda, termasuk cara dia berkomunikasi. Karenanya, komunikasi menjadi gampang-gampang susah.

Saat terjadi miskomunikasi antara suami isteri, secara natur, seringkali diselesaikan dengan kemarahan; oleh karena itu, firman Tuhan menasihati, “Lambatlah marah!” Harusnya cepat mendengar, karena manusia lamban mendengar. Firman Tuhan ingin mengarahkan kembali. Di sini, jelas terlihat natur keberdosaan manusia. Manusia, dengan mulutnya itu, bisa sangat-sangat kejam! Sangat mudah menyalahkan, terutama menyalahkan orang yang dekat dengannya. Waktu terjadi keributan, mengapa ia tidak berdoa? Apa karena merasa tidak ada hubungannya dengan Tuhan? Atau, ia malu datang kepada-Nya dengan keadaan emosi yang sedang marah? Atau ego yg terlalu besar untuk minta pertolongan Tuhan? Mari dengan anugerah dan belas kasihan Tuhan, kita boleh mengendalikan komunikasi dan emosi kita sehingga pasangan boleh merasa nyaman berada di dekat kita. Amin.

STUDI PRIBADI: Coba ingat, kapan terakhir kali Anda marah. Mengapa marah? Bagaimana Anda mengatasi emosi ketika memuncak menjadi kemarahan? Manakah yang efektif?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi pasangan kita dan memohon kepada Tuhan agar Ia memberi kita kemampuan untuk lamban menjadi marah dan kerendahan hati untuk mendengarkan suara pasangan kita.





..:: Artikel yang Berkaitan ::..

Leave a Reply