You can visit my mobile version blog at http://blogpoenyabudi.blogspot.com/?m=1

Mencari Angkutan Umum yang Tepat untuk Kota-kota di Indonesia

Pertumbuhan kesejahteraan di Indonesia sudah dan tengah berjalan. Salah satu indikatornya adalah semakin banyaknya kota-kota sebagai pusat ekonomi yang dibangun untuk menyaingi Jakarta.

Yahoo! Indonesia pernah membuat survey bagi pembaca, meminta komentar dan usulan akan kota-kota mana saja di Indonesia yang berpotensi untuk menjadi pesaing berarti buat Jakarta. Hasilnya adalah artikel Tujuh Kota Impian Baru. Lewat artikel tersebut, para pembaca menunjukkan bahwa tujuh kota terpilih itu menawarkan kenyamanan dari segi peluang ekonomi dan ruang publik.

Kami ingin membuktikan bahwa Jakarta bukanlah model yang tepat untuk membangun sebuah kota yang sehat, apalagi sebuah kota yang ramah lingkungan. Salah satu hal utama yang membuat Jakarta penuh polusi dan kemacetan adalah ketiadaan angkutan umum yang terkelola dengan baik. Kepemilikan kendaraan pribadi pun (seolah) menjadi sesuatu yang wajib.

Dalam upaya untuk tidak mencontoh Jakarta, tentu kota-kota lain di Indonesia sudah harus mulai memperhatikan kualitas angkutan umumnya.

Kepala Pusat Penelitian Energi, Iklim, dan Pengembangan Berkelanjutan Badan Lingkungan PBB (United Nations Environmental Programme/UNEP) John Christensen memberi peringatan bahwa ada masalah-masalah yang sama yang kini sedang dihadapi oleh angkutan umum di perkotaan negara-negara berkembang, yaitu fenomena semakin menurunnya kualitas angkutan umum.

Peringatan itu disampaikan oleh Christensen di salah satu acara dalam Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim yang berlangsung di Durban, Afrika Selatan, pada 28 November-9 Desember.

Penyebab utama menurunnya kualitas angkutan umum karena pemerintah daerah enggan menginvestasikan uang untuk transportasi publik. Di Jakarta, Pemerintah malah lebih memilih untuk membangun jalan layang baru daripada menambah atau memperbaiki kualitas angkutan umumnya.

UNEP juga memperingatkan bahwa ada masalah ketidaksinambungan antara tata letak sebuah kota dengan perencanaan trayek angkutan umum. Akibatnya, untuk mencapai angkutan umum pun masyarakat harus menggunakan kendaraan pribadi terlebih dahulu.

Tentu ini tidak menyelesaikan masalah kemacetan atau mengurangi penggunaan bahan bakar. Akhirnya, kota-kota pun bisa menjadi sumber polusi serta tidak nyaman untuk ditinggali.

Perencanaan transportasi menjadi isu penting dalam membangun sebuah kota karena di kotalah terdapat titik-titik konsentrasi terpadat manusia. Setiap harinya, manusia-manusia itu tentu butuh berperjalanan; menuju tempat kerja, sekolah, melakukan aktivitas niaga, atau mengelilingi kota untuk berekreasi.

Kota adalah tempat terjadinya pergerakan besar-besaran manusia. Dan, tergantung dari pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pergerakan manusia ini bisa menjadi sumber masalah atau malah kesempatan untuk mencegah atau mengurangi polusi udara di perkotaan.

Pilihan utama untuk mengatasinya adalah transportasi berbasis rel (MRT, monorel, atau KRL). Alasannya, moda transportasi berbasis rel bisa memberikan tingkat kenyamanan (serta kecepatan) yang sama seperti menggunakan mobil pribadi. Selain itu, transportasi berbasis rel juga bisa mengangkut banyak orang sekaligus dalam satu waktu bersamaan.

Menurut Christensen, "Orang membeli mobil bukan hanya karena mereka butuh bergerak. Mereka membeli mobil karena ini juga menyangkut masalah status dan kenyamanan." Maka, untuk memindahkan orang dari mobil ke angkutan umum, dibutuhkan sebuah bentuk angkutan umum yang memiliki tingkat kenyamanan sama seperti mobil. Dan angkutan umum yang nyaman itu, menurut Christensen, adalah kereta.

Dengan mencoba beralih ke transportasi berbasis rel, beberapa masalah bisa diatasi sekaligus, seperti mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak dan mengubah gaya hidup pengguna mobil.

Jika kereta memang benar adalah pilihan ideal, maka pertanyaan selanjutnya jelas, dari mana datang uang untuk membangun fasilitas mahal seperti itu?

Direktur lembaga konsultasi transportasi perkotaan Embarq, Holger Dalkmann punya jawabannya. Menurut dia, ada solusi termudah sekaligus paling menyakitkan yang harus dilakukan oleh para politisi, baik di tingkat kota maupun nasional.

Solusinya yaitu dengan memasang harga tinggi untuk bahan bakar (artinya mengurangi subsidi BBM) serta menerapkan tarif parkir yang tinggi. Dua cara ini, untuk sementara, belum dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun oleh pemerintah pusat.

Tarif parkir yang tinggi bisa meringankan kepadatan kendaraan menuju pusat kota atau pergerakan manusia di dalam kota. Di saat bersamaan, surplus pendapatan parkir serta uang yang asalnya dipakai untuk membiayai subsidi BBM bisa digunakan untuk memperbaiki transportasi perkotaan. Masalahnya kini, apakah para politisi dan penentu kebijakan mau mengambil keputusan-keputusan yang tidak populer ini?

Dalkmann juga mengatakan, "Masalah Jakarta itu sebenarnya bukan uang. Jakarta tidak kekurangan uang. Toh Asian Development Bank sebenarnya memiliki 30% bantuan dan pinjaman untuk pengembangan transportasi kota. Kalau mau, kenapa itu tidak digunakan? Masalahnya kini adalah memilih prioritas untuk menyelesaikan permasalahan kota dan membuatnya jadi lebih baik."

Jadi, kenapa memilih membangun jalan layang jika sebenarnya bisa memperbaiki angkutan umum perkotaan?

Apakah Anda setuju dengan pendapat di atas?

Kami juga ingin tahu, apa kira-kira moda transportasi umum yang menurut Anda sesuai dengan karakteristik kota Anda? Dan, apa saran yang bisa Anda berikan untuk memperbaiki angkutan umum di kota Anda?





..:: Artikel yang Berkaitan ::..

Leave a Reply