You can visit my mobile version blog at http://blogpoenyabudi.blogspot.com/?m=1

The Da Vinci Code:
Antara Data, Dongeng
dan Dusta (Bagian 1)

Oleh: Pdt. Ruslan Christian 

      The Da Vinci Code adalah sebuah novel yang pernah menjadi best-seller di pelbagai toko buku di AS sejak diterbitkan Doubleday pada April tahun 2003. Novel ini merupakan karya keempat dari Dan Brown setelah Digital Fortress (bestselling nasional pertama eBook), Deception Point, dan Angels and Demons. Pada penjualan perdananya, novel ini langsung meraih sukses yang tidak pernah terjadi pada novel lain, menjadi Bestseller The New York Times, bersamaan dengan bestseller pada The Wall Street Journal, Publishers Weekly, dan San Francisco Chronicle. The Da Vinci Code juga pernah menduduki peringkat bestseller di semua toko buku negara AS. Pada pertengahan Oktober 2003, novel ini menjadi bestseller lebih dari 28 minggu pada daftar The New York Times. Di Indonesia, buku ini dicetak pada Juli 2004 oleh penerbit PT Serambi Ilmu Semesta dan dalam waktu enam bulan saja sudah mencapai cetakan kesepuluh. Hingga tahun 2005 telah tercetak kira-kira 3 juta eksemplar dan diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. 

      Paling sedikit ada dua faktor yang mendongkrak daya pikat novel ini. Pertama, kepiawaian Dan Brown mengolah alur ceritanya. Sesuai dengan karakteristik novel posmodern, Brown mengolah data-data yang ada atau pernah ada dalam sejarah, memfiksikan menurut imajinasinya, serta memanipulasi data-data tersebut. Dengan kata lain, ia meramu novel kontroversial ini dengan data, dongeng dan dusta.
      Kedua, faktor kekontroversialan dari cerita misteri ini. Ia menampilkan beragam tokoh yang ada dalam sejarah dan mempresentasikannya menurut khayalannya. Salah satu figur penting yang ditampilkan adalah Yesus Kristus, di mana Sang Juruselamat dikarikaturkan oleh Brown sebagai ”Yesus” yang menikah dengan Maria Magdalena.
      Upaya memperolok-olok dan mengarikaturkan Yesus sudah terjadi sejak Ia datang ke dalam dunia ini kurang lebih dua ribu tahun lalu. Yesus pernah diejek, diludahi, dan dipukuli di dalam pengadilan orang Yahudi. Ia juga pernah diolok-olok di hadapan Herodes dan Pilatus. Saat Ia disalibkan, para prajurit Romawi dan para pemimpin Yahudi mengolok-olok-Nya, bahkan kedua penjahatpun ikut mengejek-Nya. Akhirnya, hukuman penyaliban merupakan penghinaan paling dahsyat yang dialami-Nya.
      Pengejekan terhadap Yesus terus berlangsung di sepanjang sejarah dunia oleh orang-orang yang memusuhi Dia. Hugh Schonfield pada tahun 1966 membuat cerita “The Passover Plotter” tentang “Juruselamat” palsu yang membuat rencana busuk skenario Golgota. Buku Nikos Kazantzakis, “The Last Temptation of Christ” yang kemudian difilmkan, menggambarkan Yesus sebagai sasaran cemoohan Paulus. Lalu “Jesus The Radical Revolusionary” oleh SGF Brandon, dan “Christ The Master Magician” karya Morton Smith. Pada tahun 1980an muncul “Holy Blood, Holy Grail” karya Baigent, Lincoln, dan Leigh. Sekarang, The Da Vinci Code menambah deretan karya yang mengejek Yesus.
      Novel yang laris-manis ini diadaptasi ke dalam film oleh Columbia Pictures yang beredar pada bulan Mei 2006. Menurut Suara Pembaruan Online, edisi 24/1/06, film The Da Vinci Code telah terpilih menjadi film pembuka dalam Festival Film Cannes ke-59, pada 17 Mei 2006. Lalu pada tanggal 19 Mei 2006, film tersebut diputar serentak di seluruh dunia.
      Novel yang ditulis oleh bekas guru bahasa Inggris ini bercorak misteri pembunuhan dan thriller yang memikat pembaca dari satu bab ke bab lainnya, dengan beragam teka-teki, data sejarah, karya seni, arsitektur, keagamaan, dsb. Alur ceritanya dimulai dengan peristiwa pembunuhan Saunire, kurator senior di Museum Louvre, dengan meninggalkan beragam kode yang menjadi rangkaian misteri yang perlu dipecahkan. Tokoh utama yang terlibat dalam kisah ini, Robert Langdon, pakar simbologi Harvard dan Sophie Neveu, kryptolog berbakat Prancis. Dalam alur thriller ini, Brown dengan cerdik dan piawai mengemas khayalannya dengan memanfaatkan beragam data dari pelbagai disiplin ilmu dan pengetahuan, dan interpretasi menurut kehendaknya sendiri.
      Sebagian pembaca memuji novel ini sebagai luar biasa, sebagian lagi bersikap tidak acuh, sedangkan sebagian orang Kristen nampak menjadi bingung karena novel ini. Tulisan ini merupakan suatu upaya mengkritisi novel tersebut dari perspektif iman Kristen.

TINJAUAN BIBLIOLOGIS
      Melalui The Da Vinci Code, diakui atau tidak, Brown menyerang pada fundamental sistem kepercayaan Kristen. Alkitab yang menjadi dasar iman dan patokan tingkah laku Kristen dipertanyakan dan diragukan kredibilitasnya.
      1.1. Menurut Brown, Alkitab adalah buatan manusia, bukan Tuhan. Hanya catatan sejarah yang melibatkan penerjemahan, penambahan dan revisi tak terhitung. Sejarah tidak pernah mempunyai versi pasti buku ini (hal. 323).
      FAKTA: Pandangan tokoh Teabing ini berdasarkan teologi modern atau teologia historis-kritis. Dalam membangun teologinya, para teolog modern mendasarkan gagasannya pada seperangkat presuposisi filsafat Pencerahan. Salah satu presuposisinya adalah “Alkitab buatan manusia belaka dan tidak ada campur tangan Ilahi.” Corak pemikiran yang berasal dari filsafat Pencerahan ini menempatkan manusia dan akalnya sebagai pusat segala sesuatu. Kritik Sastra yang menjadi salah satu hasilnya, melihat sejarah tidak memiliki kepastian, khususnya periode waktu antara tradisi lisan Perjanjian Baru (PB) dan tulisan PB. Padahal jangka waktu antara beredarnya tradisi lisan dan tradisi tulisan hanya berjarak kira-kira 25 tahun saja. Jadi sebenarnya Alkitab sangat dapat dipercaya, bukan hasil rekayasa yang semrawut.

      1.2. Menurut Brown, Dead Sea Scrolls ditemukan tahun 1950an dan dipandang sebagai kitab yang mengabsahkan “injil-injil” (hal. 327).
      FAKTA: Dead Sea Scrolls (Gulungan Laut Mati) ditemukan bukan tahun 1950an, melainkan pada Pebruari atau Maret 1947 secara kebetulan oleh seorang gembala kambing Beduin. Naskah-naskah tersebut terdiri dari kurang lebih 40.000 fragmen. Naskah-naskah ini tidak memuat Injil, tidak ada berbicara tentang Yesus, dan sama sekali tidak berbicara tentang kekristenan. Naskah dari masyarakat Yahudi yang hidup tahun 150 sM-70 M ini, sebagiannya hanya menyangkut naskah Perjanjian Lama (PL). Brown keliru mengaitkan Naskah Laut Mati dengan Injil yang kita miliki sekarang.

      1.3. Brown melalui tokoh fiksinya mengatakan, Gulungan Koptik Nag Hammadi (NH) ditemukan tahun 1945 sebagai sumber kisah Grail (Cawan Perjamuan Terakhir) sejati dan berbicara tentang kependetaan Yesus secara manusiawi (hal. 327). Lalu naskah NH dan Gulungan Laut Mati, dipandang sebagai catatan Kristen paling awal....tidak sesuai dengan Injil” (hal. 342). Brown mendasari pandangannya tentang Yesus berdasarkan kitab NH yang bercorak gnostis, Injil Filipus, dan Injil Maria.
      FAKTA: Pandangan di atas tidak benar karena ada dua alasan pokok. Pertama, Naskah salinan PB jauh lebih awal dan tua dibandingkan dengan naskah NH (catatan: Naskah NH ditemukan bulan Desember 1945, satu tahun sebelum penemuan Gulungan Laut Mati. Tiga bersaudara miskin menemukannya saat menggali dasar karang terjal untuk mendapatkan tanah yang kaya nitrat untuk penyubur, di karang terjal Jabal al Tarif, kira-kira 10 km Timur Laut Nag Hammadi. Karena kemiskinan, ibu mereka membakar sebagian naskah tersebut, dan sebagian lagi berulangkali berpindah tangan dari makelar ke makelar pasar barang antik hingga akhirnya disimpan di Museum Koptik, Mesir. NH terdiri dari 11 kodeks atau manuskrip berbentuk kitab, dan 2 fragmen). Penulisan dan peredaran PB antara tahun 50 M-170 M. Naskah-naskah salinan PB yang kita miliki sangat dekat dengan peristiwa kehidupan Yesus dan para rasul. Potongan salinan naskah tertua adalah dari Injil Yohanes 18:31-33, bertanggal 117-138 M. Sedangkan kemunculan naskah NH jauh sesudahnya, yakni pada abad ke 3-4 M.
      Perlu diketahui bahwa keseluruhan naskah NH bukan merupakan perpustakaan dari satu sekte masyarakat religius sebab NH terdiri dari teks-teks non-Gnostik, non-Gnostik Kristen, dan Gnostik Kristen. Dengan kata lain, terdiri dari beragam bentuk sastra. Sehingga kemungkinan besar berasal dari beberapa biara Kristen di daerah itu, yang dikubur oleh biarawan secara tergesa-gesa sebagai respon menyingkirkan buku para bidat yang dilarang saat itu. Tidak ada bukti bahwa ada komunitas Gnostik di sana
      Patut diperhatikan bertalian dengan kaum Gnostik, tidak ada naskah Gnostik bertanggal abad 1 M. Semua naskah Gnostik yang ada kini bertanggal antara abad 2-3 M. Ben Witherington III, pakar PB, mengatakan tidak ada bukti bahwa Gnostisisme eksis sebelum paro kedua abad kedua. Sebab itu, naskah salinan PB yang memiliki kredibilitas menjelaskan riwayat Yesus, bukan naskah NH yang Gnostis dan jauh lebih muda itu.
      Kedua, gagasan PB yang mempengaruhi pandangan kaum kaum Gnostik dalam naskah NH, bukan sebaliknya. Ini sebagai konsekwensi logis dari usia salinan naskah PB yang jauh lebih awal dibandingkan naskah NH. Ide-ide PB yang mempengaruhi dan diubah oleh kaum Gnostik. Ladd mengatakan tidak ada bukti bahwa konsep ”penebus surgawi” terdapat dalam gnostik pra-Kristen. Gagasan tentang ”penebus” yang turun-naik surga baru muncul dalam Gnostisisme-Akhir pada abad 3 M atau pasca-Kristen. Contoh lain, konsep ”eskenosen” (tabernakel) dalam naskah Yunani Yohanes 1:14 mempengaruhi dan diadopsi Apokaliptik dari Adam dan Parafrase dari Sem dalam naskah NH. Juga konsep tentang ”gnosis” dan ”sophia.” Injil Filipus sendiri berisi kutipan dari surat Paulus dan Yohanes.
      Nampaknya buku Elaine Pagel, ”The Gnostic Gospel,” yang mengulas naskah kaum Gnostik; dan praduga gnostis dalam novel ”Holy Blood, Holy Grail” (1982) yang menjadi akar pandangan Brown tentang garis keturunan Yesus dengan Maria Magdalena. Sebab itu, sangat menyesatkan jika gagasan tentang pribadi dan karya Yesus digambarkan menurut filsafat Gnostisisme yang muncul pada pasca-Kristen.

      1.4. Brown di dalam The Da Vinci Code mengatakan bahwa PB terdiri lebih dari delapanpuluh ajaran, hanya sedikit yang dipilih untuk dicantumkan (hal. 323).
      FAKTA: PB yang memiliki 5000-5300 potongan salinan naskah Yunani dan 20.000an salinan bahasa lain, tidak terdiri dari banyak Injil seperti dipradugakannya. Dipandang beragam oleh Dan Brown karena dicampuradukkan dengan naskah-naskah jauh sesudah periode PB atau para rasul. Injil-injil kaum Gnostik dan Injil Filipus bukan Injil sesungguhnya. Sedangkan Injil Maria kemungkinan besar bukan bagian kumpulan naskah NH dan merupakan produk kaum Gnostik yang muncul pada awal abad ketiga masehi. Sebaliknya, keempat Injil (Markus, Matius, Lukas dan Yohanes) yang menjadi fondamen dokumen PB. Eusebius mengatakan bahwa keempat Injil menjadi pusat dari kanon PB dan kanonisasinya berdasarkan peredaran yang luas dalam gereja awal di pusat-pusat kekristenan Yerusalem, Antiokhia, Aleksandria, dan Roma.

      1.5. Novel The Da Vinci Code mengatakan, ”tak ada yang asli dalam Kristen melainkan dari paganisme (hal. 324-325).
      FAKTA: Kekeliruan pandangan itu mirip (atau dipengaruhi?) dengan kesalahan presuposisi teolog modern seperti Bultmann. Bultmann, sebelum penemuan NH sudah mempradugakan bahwa kekristenan tumbuh-kembang seperti agama-agama lain, melalui proses evolusi, di mana kekristenan berinteraksi dengan beragam kepercayaan konteksnya. Lalu kekristenan dipresuposisikan berasal atau dipengaruhi gnostisisme. Di sisi lain, Bultmann dan Dibellius mempradugakan bahwa kekristenan awal tertutup atau tidak terakses oleh ajaran lain. Ini pandangan yang tidak konsisten. Berdasarkan pandangan kedua itu seharusnya tidak mungkin kekristenan berasal dari atau dipengaruhi Gnostisisme dan paganisme seperti yang juga dipradugakan Dan Brown. Selain itu, orang Kristen mula-mula menderita penganiayaan hebat akibat pengakuannya bahwa Yesus satu-satunya Tuhan, dan menolak keilahian kaisar atau keyakinan paganisme. Jadi tidak mungkin kekristenan berasal dari Gnostisisme atau paganisme.

      1.6. Menurut The Da Vinci Code, PB ditetapkan dalam konsili Nicea karena keputusan politik Konstantin, untuk “meningkatkan status Yesus…seakan Tuhan” (hal. 324-325).
      Pusat pembahasan pada Konsili Nicea bukan penetapan kanon Alkitab. Pernyataan bahwa ke 27 kitab PB sebagai kanonik dimulai oleh Athanasius (367 M), Konsili di Roma (382 M, di Barat), Konsili di Kartago (397 M, di Timur), dan Paus Innocent I (403 M, di Barat). Selain itu, mustahil Konstantin memiliki kuasa menetapkan kanon PB karena ia baru mengontrol pemerintahan sepenuhnya pada tahun 324 M, menjelang Konsili Nicea (325 M). PB tidak ditetapkan karena keputusan Konstantin.

      1.7. Menurut novel ini, Nuh seorang albino (hal. 234).
      FAKTA: Tidak ada catatan Alkitab bahwa Nuh seorang albino.

      1.8. Menurut Brown, orang-orang Yahudi awal percaya bahwa Ruang Mahakudus di Kuil Salomo tidak hanya berisi Tuhan, tetapi juga perempuan kuat imbanganNya, Shekinah. Lelaki yang mencari keutuhan spiritual datang ke kuil itu untuk mengunjungi pendeta perempuan – atau hierodules – untuk bercinta dengannya dan merasakan Tuhan melalui penyatuan badani.. (hal. 432).
      FAKTA: Ini menggelikan karena bersifat fantasi dan dusta, bukan fakta. Sebab kepercayaan Yahudi dari azalinya bersifat monoteistis, kepercayaan kepada Allah yang Esa (ingat iman Abraham). Ini sumbangsih Yahudi bagi dunia ini. Mereka juga tidak memiliki istilah bagi dewi karena memang tidak ada kepercayaan demikian. Shekinah adalah kemuliaan Allah yang menyertai kehadiran-Nya, bukan pasangan Ilahi.

      1.9. Praduga Brown, tetragam Yahudi YHWH – nama suci Tuhan –sebetulnya berasal dari Yehovah, sebuah penyatuan badani androginius antara Yah dan yang lelaki dan nama pra-Yahudi bagi Eva, Havah (hal. 433).
      FAKTA: YHWH berasal dari bahasa Ibrani dalam bentuk huruf mati, kemudian dalam Masoretik memakai konsonan menjadi Yehovah. Ini menunjuk self-Existent atau KekekalanNya. Para rabi Yahudi kemudian melarang penyebutan nama ini lalu menambahi dengan vowel menjadi Yehovah. Kata “Yah” adalah bentuk pendek dari YHWH (haleluyah berarti “Puji Yah”). Sedangkan kata ”hawa” adalah bentuk kuna dari kata ”haya,” yang berarti ”ada, menjadi, terjadi.” Jadi makna kedua kata itu bukan seperti khayalan Brown yang bermental posmodern.
      Dengan demikian seluruh pandangan Brown yang kontroversial tentang Alkitab bersifat khayal belaka dengan cara mempermainkan data-data yang ada. Sebaliknya kredibilitas Alkitab sudah teruji dan dapat kita andalkan sebagai dasar iman dan perbuatan kita.

TINJAUAN KRISTOLOGIS
      Alkitab menyatakan bahwa Kristus adalah Allah-Manusia Sejati dan sebaliknya Kristus menyatakan otoritas Alkitab. Kristus dan Alkitab “jatuh bangun” bersama-sama. Maksudnya, jika Alkitab dapat diandalkan kebenarannya, berarti Kristus yang diberitakan Alkitab juga bisa dipercaya. Sebaliknya, jika Alkitab tidak dapat dipercaya, maka kita juga tidak memiliki dasar beriman kepada Kristus. Selanjutnya, jika pribadi dan karya Kristus bisa diandalkan kebenaranya, maka Alkitab juga bisa dipercaya sebab Kristus sendiri mengakui Alkitab sebagai firman Allah. Dan sebaliknya juga demikian. Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan sungguh dapat kita percaya sepenuhnya.

      2.1. Menurut versi The Da Vinci Code, PB ditetapkan dalam konsili Nicea karena keputusan politik Konstantin, untuk “meningkatkan status Yesus…seakan Tuhan” (hal. 324-325). Padahal, menurutnya, orang Kristen abad pertama tahu Yesus manusia biasa. Ini keputusan politis, mengambil keuntungan dari pengaruh Yesus untuk menjadi alat legitimasi kekuasaan gereja dan negara. Menurutnya sudah ada ribuan dokumen yang mencatat Yesus manusia biasa (hal. 327). 
      FAKTA: Pokok perdebatan konsili Nicea (Juni 325 M) bukan soal Konstantin meningkatkan status Yesus menjadi Tuhan, melainkan soal ajaran Arius, yang mengajarkan bahwa hanya Allah Bapa sebagai Allah, sedangkan Anak Allah hanya ciptaan dari yang tidak ada, dan melaluiNya Allah menciptakan dunia. Bagi Arius Yesus memiliki awal dan tidak kekal. Pandangan ini diteruskan oleh Saksi Yehovah pada masa kini. Konsili mengutuk Arius, menyusun Pengakuan Iman Nicea (anti Arius), dan ketiga Pribadi Tritunggal dipandang sehakekat. Jadi pusat perdebatan ada pada KeIlahian Kristus dalam relasi dengan Bapa, bukan mengesahkan KeIlahian Kristus. Sebab pengakuan iman tertua bahwa Yesus adalah Tuhan sudah ada bersamaan dengan lahirnya kekristenan pada abad pertama (1 Kor. 12:3, diperluas dalam Roma 1:3; Fil. 2:5-11), jauh sebelum masa Konstantin (313-337M). Jadi tidak benar jika dikatakan orang Kristen awal menerima Yesus hanya manusia belaka, melainkan telah melihat, mengalami dan mengakui KeIlahian Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan. 

      2.2. Praduga The Da Vinci Code adalah Gereja… harus meyakinkan dunia bahwa nabi yang dapat mati itu, Yesus, adalah seseorang yang memiliki sifat Tuhan…segala ajaran yang menjelaskan aspek keduniaan dari kehidupan Yesus harus dihilangkan dari Alkitab (hal. 340).
      FAKTA: Alkitab tidak menghilangkan sifat kemanusiaan Yesus, bahkan sebaliknya menunjukkan kesempurnaan kemanusiaanNya secara utuh. Ia dikandung dan lahir dari anak dara Maria, Ia mengalami proses pertumbuhan sebagaimana lazimnya manusia, Ia memiliki keterbatasan sebagai manusia (keletihan, rasa haus dan lapar, sedih, menangis, dan mati). Namun Yesus adalah Manusia sempurna tanpa dosa, dan juga Allah Sejati.

      2.3. Menurut tokoh dalam novel ini, “Yesus dan Maria adalah pasangan suami isteri” (hal. 340).
      FAKTA: Teori yang menyesatkan tentang pernikahan dan keturunan Yesus dengan Maria Magdalena ini pertama kali muncul pada abad 9 M. Menurut Holy Blood, Holy Grail – sumber teori The Da Vinci Code – Maria mengandung bayi dari Yesus, mengungsi ke Prancis, lalu melahirkan Sarah, yang menjadi nenek moyang dinasti Merovingian di Prancis.
      PB tidak mengindikasikan bahwa Yesus menikah. Tradisi para bapa apostolik juga tidak mengatakan demikian, bahkan kitab apokrifa juga tidak. Satu asumsi menyesatkan dimasukkan Brown bahwa seorang pria Yahudi harus menikah menurut tradisi para rabi. Ini tidak benar sebab justru sebaliknya tradisi para rabi menjamin kehidupan tidak menikah, bahkan semua sub-kelompok dalam Yudaisme mempraktekkan selibat, seperti kelompok Esene dan Pengobatan Mesir yang dikenal Philo. Yeremia dan Yohanes pembaptis juga tidak memiliki isteri. Demikian pula Paulus (1Kor. 9:5). Jika Yesus menikah maka tentu Paulus tidak menghunjuk pada Petrus saja, tapi juga Yesus, Pribadi yang berotoritas. Tradisi dalam sejarah gereja tidak mengindikasikan bahwa Yesus menikah dan memiliki keturunan.

      2.4. Brown mendasari teori pernikahan Yesus dengan Maria Magdalena berdasarkan the Gospel of Philip dan the Gospel of Mary Magdalene. “Injil Philip selalu awal yang baik ….Kristus mencintainya lebih daripada cintaNya kepada seluruh muridnya, dan Yesus sering menciumnya di mulut. Murid-murid yang lain tersinggung karenanya, dan mengungkapkan ketidaksetujuan mereka...” (hal. 342).
      FAKTA: Ada dua kesalahan besar dalam praduga ini. Pertama, frasa NH yang ditafsirkan Brown banyak berisi tanda | | yang berarti ada kekosongan teks. Jika di dalamnya berisi tiga titik berarti teksnya tidak bisa direkonstruksi. Kata ”sering” sebenarnya bertanda | |, sedangkan kata ”mulut” bertitik tiga seperti ini |...| menunjukkan adanya penyisipan kata yang banyak variasi. Jadi makna teks ini, lebih tepat ciuman kudus/spiritual antar orang percaya, mengingat kaum Gnostik bersifat asketis dan menolak pengagungan hal lahiriah-jasmaniah.

      The Da Vinci Code juga menunjukkan kekonyolan ketika mengharmonisasikan dua pandangan yang saling berlawanan: Gnostisisme dan paganisme. Gnostisisme menolak segala kebaikan yang bersifat jasmaniah, termasuk hubungan seks, dan menekankan hanya aspek rohani. Sebaliknya, paganisme sering mengaitkan keyakinannya dengan aspek jasmani, termasuk ritual seksual. Upaya harmonisasi ini jelas tidak masuk akal karena keduanya berkontradiksi.
      Sosok ”Yesus” yang dikhayalkan dan dicipta oleh Dan Brown tidak memiliki landasan sejarah dan data yang kokoh, dan hanya spekulasi di antara sekelompok orang saja. Hanya Yesus sebagaimana yang dinyatakan oleh Alkitab saja yang riil, dapat kita andalkan dan alami dalam kehidupan ini. • 


Bersambung Bagian 02

Source: GKA GLORIA





..:: Artikel yang Berkaitan ::..

Posted in: ,
Tags: ,

Leave a Reply