Oleh Sigit Adinugroho
Malam itu juga saya harus berangkat meninggalkan Östersund untuk mengejar tujuan utama saya: melintasi garis Lingkar Arktik (Arctic Circle). Ini sebuah garis semu di atas permukaan bumi yang menandakan batas antara daerah Arktik dan subtropis.
Saya mempersiapkan ransel dan isinya dengan diawali kepanikan: tas ransel yang saya titipkan seharian di resepsionis hotel masih terkunci di ruang penyimpanan barang. Dua puluh menit sebelum kereta berangkat, akhirnya saya mendapatkan ransel itu dan langsung berangkat ke stasiun kereta api.
Saya berangkat dari stasiun kereta api Östersund yang mungil itu sekitar pukul 21.00, menumpang kereta jarak dekat menuju kota Bräcke di tenggara. Perjalanan ini memakan waktu satu jam. Tiba di Bräcke, saya menunggu satu jam lebih untuk rangkaian gerbong yang akan membawa saya ke Narvik, Norwegia. Suhu malam hari itu mendekati 0°C dan tak berangin.
Malam itu juga saya harus berangkat meninggalkan Östersund untuk mengejar tujuan utama saya: melintasi garis Lingkar Arktik (Arctic Circle). Ini sebuah garis semu di atas permukaan bumi yang menandakan batas antara daerah Arktik dan subtropis.
Saya mempersiapkan ransel dan isinya dengan diawali kepanikan: tas ransel yang saya titipkan seharian di resepsionis hotel masih terkunci di ruang penyimpanan barang. Dua puluh menit sebelum kereta berangkat, akhirnya saya mendapatkan ransel itu dan langsung berangkat ke stasiun kereta api.
Saya berangkat dari stasiun kereta api Östersund yang mungil itu sekitar pukul 21.00, menumpang kereta jarak dekat menuju kota Bräcke di tenggara. Perjalanan ini memakan waktu satu jam. Tiba di Bräcke, saya menunggu satu jam lebih untuk rangkaian gerbong yang akan membawa saya ke Narvik, Norwegia. Suhu malam hari itu mendekati 0°C dan tak berangin.
Continue Reading