Lamban untuk Marah
Bacaan hari ini: Yakobus 1:19-20
“...setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk
berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab amarah manusia tidak
mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.” (Yakobus 1:19-20)
Apa yang menjadi biang keladi rusaknya pernikahan? Masalah utama
pernikahan dewasa ini bukanlah masalah seks, keuangan, ataupun masalah
anak-anak; melainkan hilangnya komunikasi suami-isteri. Hilang kemana?
Kok aneh sekali! Sejak kecil kan sudah diajar bagaimana ngomong, tetapi
begitu menikah, kita merasa komunikasi jadi sangat sulit, bahkan
berakhir dengan keributan. Komunikasi-lah biang utama/pemicu masalah,
bahkan dapat berujung pada perceraian.
Memang, sejak kecil kita telah belajar bertutur. Awalnya kita
mengenal alphabet: A-B-C-D-E-F-G sampai Z, kemudian kata per kata yang
dirangkai menjadi kalimat; bermacam-macam kata sudah diajarkan orang tua
kita. Betul! Kita bisa bicara, bahkan terbiasa bicara. Tapi, belum
tentu apa yang kita sampaikan membangun dan memberi kekuatan bagi orang
lain. Kita paham berbicara, tapi bagaimana dengan “berkomunikasi yang
sehat dan membangun pasangan”?
Kala memasuki dimensi kehidupan baru, yaitu pernikahan, kita mulai
menjalani kehidupan bersama seorang yang bukan diri kita. Dia dibesarkan
dengan cara yang berbeda, termasuk cara dia berkomunikasi. Karenanya,
komunikasi menjadi gampang-gampang susah.
Saat terjadi miskomunikasi antara suami isteri, secara natur,
seringkali diselesaikan dengan kemarahan; oleh karena itu, firman Tuhan
menasihati, “Lambatlah marah!” Harusnya cepat mendengar, karena manusia
lamban mendengar. Firman Tuhan ingin mengarahkan kembali. Di sini, jelas
terlihat natur keberdosaan manusia. Manusia, dengan mulutnya itu, bisa
sangat-sangat kejam! Sangat mudah menyalahkan, terutama menyalahkan
orang yang dekat dengannya. Waktu terjadi keributan, mengapa ia tidak
berdoa? Apa karena merasa tidak ada hubungannya dengan Tuhan? Atau, ia
malu datang kepada-Nya dengan keadaan emosi yang sedang marah? Atau ego
yg terlalu besar untuk minta pertolongan Tuhan? Mari dengan anugerah dan
belas kasihan Tuhan, kita boleh mengendalikan komunikasi dan emosi kita
sehingga pasangan boleh merasa nyaman berada di dekat kita. Amin.
STUDI PRIBADI: Coba ingat, kapan terakhir kali Anda marah.
Mengapa marah? Bagaimana Anda mengatasi emosi ketika memuncak menjadi
kemarahan? Manakah yang efektif?
DOAKAN BERSAMA: Berdoalah bagi pasangan kita dan memohon kepada
Tuhan agar Ia memberi kita kemampuan untuk lamban menjadi marah dan
kerendahan hati untuk mendengarkan suara pasangan kita.
Continue Reading