Jakarta- Ratusan
pria cepak bersenjata pedang samurai, parang, balok, yang memburu
anak-anak muda geng motor dua pekan lalu diduga kuat adalah anggota
TNI. Liputan utama majalah Tempo edisi 23 April 2012 mengungkap, tentara
yang ikut menyerbu geng motor sesungguhnya bukan anggota pasukan
tempur. Mereka biasa disebut James Bon--tentara penjaga mes dan kebon
atawa tanah kosong milik TNI.
Untuk mengatasi itu, polisi
sampai membentuk tim pengusut gabungan. Tim ini melibatkan Polda Metro
Jaya serta Polisi Militer dari TNI Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan
Angkatan Udara. "Antisipasi bila ada tentara yang terlibat," kata juru
bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto. "Kalau cuma sipil,
kami yang akan menangani."
Sejauh ini, tim telah memeriksa
lebih dari 20 saksi dan korban. Polisi Militer Angkatan Darat pun sudah
memeriksa belasan prajurit. Hasilnya, tim mengetahui pola serangan dan
ciri-ciri penyerang. Saat beraksi, misalnya, para penyerbu memasang pita
berwarna kuning pada lengan kiri. Mereka pun bergerak rapi,
berkomunikasi dengan istilah khusus, dan menyerang tiba-tiba tanpa
banyak cakap.
Sejumlah ungkapan para penyerang didengar
saksi dan korban. Misalnya, ada panggilan "Dan" untuk komandan. Sebelum
dihajar, beberapa korban ditanyai, "Kamu Y-Gen, ya?" Ini adalah nama
klub motor di Jakarta yang cukup disegani. Selain terkenal di arena
balap liar, anggota klub ini kerap main tangan bila di jalan cekcok
dengan pengendara lain. (Baca: Ada Letnan yang Jadi Penggerak Kelompok Penyerbu)
Diduga
kelompok balap motor inilah yang menjadi pemicu serangan balasan dari
geng cepak berpita kuning. Sejak awal, banyak yang menduga serangan
dipicu kematian Kelasi Satu Arifin Sirih, 25 tahun. Anggota staf khusus
Panglima Komando Armada Barat itu tewas dikeroyok sejumlah orang di
arena balap liar Kemayoran, di Jalan Benyamin Sueb, Pademangan, Jakarta
Utara.
Pengeroyokan Arifin bermula dari cekcok antara sopir
truk dan pengemudi minibus, Sabtu dinihari, 31 Maret lalu. Peserta dan
penonton balap liar turut marah karena kedua orang itu bertengkar di
dekat garis start. Setelah dimarahi, sopir truk meminggirkan kendaraan.
Tapi posisi truk masih miring dan menghalangi jalan. Hal itu kembali
membuat "anak-anak motor" murka, lalu mengerubuti sang sopir.
Di
saat genting itulah Arifin, yang berboncengan dengan temannya, Kelasi
Satu Albert Tabra, datang melerai. Tapi kedatangan Arifin justru
memanaskan situasi. Dia akhirnya digebuki hingga tewas. (Baca: Dikeroyok, Arifin Diteriaki 'Ambon Bawa Sangkur')
Polisi
hingga kini belum mengumumkan hasil pengusutan tim gabungan. Menurut
sumber Tempo, ada saja yang mengganggu kerja tim. Ketika mereka menyidik
lokasi kejadian, misalnya, ada aparat berseragam dan berpakaian preman
yang wira-wiri. "Mereka tak mengganggu langsung, tapi kami merasa
diawasi," kata seorang penyidik.
Penyelidikan terhadap
Akbar dan Sugeng, dua tentara yang tertembak saat penyerbuan di Jalan
Pramuka, juga belum banyak menemui hasil. Akbar, misalnya, baru sekali
diinterogasi. Kepada tim, ia mengaku berada di lokasi kerusuhan ketika
jalan-jalan dengan teman. Saat ditanya siapa teman itu, Akbar menjawab,
"Tidak tahu." Jawaban Akbar ini, menurut seorang sumber, membuat berang
polisi militer yang menginterogasinya. "Kamu bodoh atau pura-pura
bodoh?"
Hingga Kamis sore pekan lalu, menurut sumber
Tempo, tim gabungan belum menerima barang bukti berupa proyektil dan
jelaga pada baju kedua anggota laskar. Proyektil diperlukan untuk
mengetahui jenis senjata yang dipakai. Jelaga dibutuhkan untuk
mengetahui jarak dan arah tembakan.