WASHINGTON - Departemen Kehakiman AS menggelar investigasi kriminal
penuh atas kematian dua tahanan CIA (Badan Intelijen AS), termasuk salah
satu tahanan yang tewas di penjara terkenal Irak, Abu Ghraib. Keputusan
ini diumumkan oleh Jaksa Agung Eric H Holder Jr, Kamis (30/6).
Penyidikan
ini ditengarai akan menimbulkan bahaya hukum bagi operasi-operasi
lanjutan CIA, namun pada saat yang sama menutup buku model-model
interogasi yang mengancam orang banyak.
Beberapa waktu lalu,
seorang jaksa federal membeberkan 101 kasus terkait dengan metode CIA
ketika menginterogasi para tersangka teroris dalam kurun setahun usai
serangan 11 September 2001, namun hanya ditemukan dua kasus yang
merupakan pelanggaran pidana.
Banyaknya tersangka teroris yang
mengalami teknik interogasi keras memicu perdebatan nasional, di mana
sebagian orang menyebut teknik tersebut sah dan diperlukan. Namun
sebagian lain meminta pemerintah memberikan sanksi tegas terhadap para
pelaku penyiksaan.
Departemen Kehakiman tidak secara tegas
menyebut kasus mana yang akan diinvestigasi. Namun para pejabat AS
mengatakan kasus yang dimaksud adalah kematian seorang warga
Afghanistan, Gul Rahman, pada 2002 di penjara Salt Pit, Afghanistan. Dan
kematian warga Irak bernama Manadel Al-Jamadi ketika diinterogasi CIA
di penjara Abu Ghraib pada 2003.
Dalam kasus di Salt Pit, seorang
perwira CIA ditengarai memerintahkan aparat keamanan Afghanistan—pada
November 2002—untuk menelanjangi Gul Rahman dan merantainya pada beton
yang terdapat di selnya. Semalaman, suhu anjlok secara drastis, dan
Rahman pun tewas membeku. Hipotermia, demikian yang tercatat sebagai
penyebab kematian Rahman. Dan ia pun dikuburkan tanpa nisan di tempat
antah berantah.
Sedangkan Jamadi, si orang Irak, ditangkap pada 4
November 2003 oleh tim Navy SEAL pemburu sel teroris. Jamadi dituding
bertanggung jawab atas serangan bom di Baghdad. Setelah proses
interogasi permulaan, ia dipindahkan ke tahanan CIA dan dibawa ke Abu
Ghraib. Kepalanya ditutupi kain, lalu dibelenggu pada jeruji jendela
kamar mandi hingga tewas.
Mayat Jamadi diawetkan pada balok es
untuk keperluan otopsi. Serdadu-serdadu AS kemudian berpose di samping
mayat yang membeku. Beberapa di antara mereka malah mengacungkan jempol
tanda kebanggaan. Kelakuan keji militer AS ini memprovokasi kemarahan
dunia ketika sebuah media internasional mempublikasikan foto-foto
tersebut.