TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia merupakan rumah
bagi sekitar 225 spesies kelelawar. Salah satunya yang juga merupakan
endemik Indonesia adalah rubah kelelawar jenis terbang raksasa.
Kelelawar ini memiliki bentangan sayap hingga 6 feet (kaki). Sayang,
mamalia ini terancam punah.
Hal ini dikemukakan Kepala Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof. Dr. Lukman Hakim saat membuka acara
bertajuk Second South- East Asian International Bat Conference di Bogor,
Senin (6/6/2011).
Lukman menengarai, punahnya kelelawar di
Indonesia tidak terlepas dari eksploitasi karst (kapur) oleh manusia.
Padahal, lokasi tersebut merupakan kediaman kelelawar.
Bukan hanya
itu, ancaman punahnya kelelawar juga dipicu kegiatan speleologi ataupun
Caving (penelusuran gua). Hal ini telah mengganggu ketenangan kelelawar
dalam berhibernasi. Energi kelelawar bakal menurun saat ketenangannya
terganggu oleh para caver.
Selain itu, penggunaan pestisida
terhadap serangga-serangga yang dianggap hama, ternyata juga dapat
mengganggu populasi kelelawar. Hal tersebut terjadi saat serangga yang
telah tersiram pestisida itu dikonsumsi oleh kelelawar betina. Pestisida
itu akan mempengaruhi air susu kelelawar tersebut.
"Sehingga bisa dibilang bahwa kelelawar adalah komponen penting dalam fauna di Asia Tenggara yang terancam punah" ujarnya.
Padahal, kelelawar dapat sangat membantu untuk menyeimbangkan ekosistem, termasuk membantu kehidupan sehari-hari manusia.
Satu
koloni kelelawar dapat mengkonsumsi berton-ton serangga setiap sore,
saat kelelawar-kelelawar keluar dari sarangnnya untuk mencari makan.
Sebagai perbandingan, seekor kelelawar coklat dapat mengkonsumsi 600
serangga dalam waktu satu jam.
"Bisa dibilang dengan kelelawar setidaknya dapat menghemat penggunaan pestisida hingga lima puluh persen" tambahnya.
Di
Indonesia, kelelawar juga berperan penting dalam penyebaran benih
buah-buah tropis seperti mangga, rambutan, duku hingga durian. "Bahkan
ada sejumlah buah yang proses reproduksinya hanya bergantung pada
kelelawar," imbuhnya.